Tuesday, December 18, 2007

Teleworker mengubah kebiasaan bekerja

Teleworker, atau bekerja jarak jauh, sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Semenjak saya bekerja di Cisco Systems 12 tahun yang lalu, mau tidak mau saya harus menjadi teleworker.

Kebiasaan lama di IBM
IBM merupakan perusahaan IT terkemuka yang tidak memiliki konsep teleworker (paling tidak sampai tahun 1995 dulu sewaktu saya masih di IBM). Sebagai Computer Engineer, tugas saya adalah visit & take customer call selama normal working hour, dan standby giliran shift malam (berjaga2 kalau2 ada perangkat IBM yang rusak di luar jam normal).

Saya bisa tetap berhubungan dengan rekan2 kerja dengan bertemu muka dan komunikasi melalui radio HT (ingat jaman dulu belum umum orang pake handphone, kalaupun ada handphone harganya seperti toyota kijang).

Kerja di IBM sangat fun tapi tidak fleksibel - jam kerjanya sangat kaku. IBM tidak menerapkan jam absen, tetapi setiap engineer harus mengisi Call Report (time sheet). Frankly, menurut saya ini pekerjaan admin yang menyita waktu dan tidak produktif... (tapi ini adalah pandangan pribadi saya yang pengen semuanya berjalan cepat, efisien, dan produktif)

Kebiasaan ini about to change when I decided to join Cisco exactly on my 5th year at IBM :)

Kebiasaan baru di Cisco

Tahun 1995, Cisco belum punya PT di Indonesia (masih diurus), dan saya masuk di bawah naungan Cisco Systems Hong Kong Ltd., yang berkedudukan di Hong Kong. Di Jakarta sendiri Cisco hanya menyewa sebuah ruangan kecil di service office yang hanya muat sebuah meja untuk duduk berhadap2an. Memang jumlah karyawan di Indonesia ya cuma 2 orang itu, saya sebagai Systems Engineer dan rekan saya Daniel sebagai Sales merangkap Country Manager.

Rekan2 kerja yang lainnya tersebar di sejumlah negara (kalau nggak salah jumlahnya sudah lebih dari 100 kantor perwakilan di seluruh dunia). Di Asia Pacific sendiri pusatnya ada di Hong Kong.

Saya dan Daniel membuat kesepakatan bahwa kami berdua tidak usah tiap hari ketemu. Cukup seperlunya saja (misalnya kalau mau visit partner atau strategic customer. Btw., saat itu kami memang fokusnya cuma ke partner/channel dan satu-dua strategic customer saja, maklum isi kantor cuma dua orang (nekat) saja...

Daripada komunikasi dengan Daniel, saya jauh lebih intensif berkomunikasi dengan rekan-rekan saya sesama Systems Engineer. Mereka posisinya kebanyakan di Singapore dan San Jose (kantor pusat di Silicon Valley). Selain itu saya juga perlu untuk berkomunikasi dengan Development Engineer atau TAC. Dulu yang namanya TAC (Tech Assistance Center) biasanya merangkap DE (Dev Engineer) juga, dan bisa kita mintain tolong untuk melakukan customization pada IOS tertentu (misalnya minta fitur2 khusus). Kalau sekarang sih mana tahan hehe...

Karena cara kerja saya yang begitu, saya bisa bekerja dari mana saja, asalkan ada line telepon. Cisco selalu menanggung biaya telpon, berapapun besarnya (karena sebenarnya biaya telpon saya murah banget dibanding dg hasil penjualan Cisco yang meningkat karena kami cenderung bekerja kayak orang workaholik).

Ada satu masalah dengan dialup via telepon ini : LAMBAT.... - terlalu lambat untuk saya, yang ingin semua serba cepat. Mana PC saya juga suka hang (waktu itu Windows 3.1 dengan PC tercepat saat itu dg DRAM 8MB dan harddisk 20 GB - saya partisi 4 biji : DOS/Windows, OS2, Linux dan Data - sekarang sih nggak bayangin ada SE dapat PC spt itu, mungkin langsung cabut hehehe).

Sekedar informasi, pada saat itu belum ada teknologi VPN, jadi saya masuk ke Intranet Cisco melalui dial up ke remote access server (RAS) Cisco terdekat. Biasanya ke Singapura, atau ke Hong Kong, atau ke San Jose sekalian.

Suatu ketika saya minta ke Daniel supaya pasang leased line ke Singapura, tapi Daniel menolak dengan alasan tidak justified.... Jadi sejak saat itu saya pantengin dialup ke Singapura selama saya ada di depan laptop. Kalau dialup ke Singapura bermasalah, saya ganti pantengin ke Hong Kong, atau ke San Jose.

Trik ini mujarab, karena 1-2 bulan setelah itu Cisco memasang Leased Line ke Singapore (hooray)...

Leased Line ini sangat ampuh karena aliran informasi ke saya jadi jauh lebih lancar, dan tidak ada lagi suara2 mengganggu (modem dialup) selama kami bekerja.

Cara kerja Teleworker seperti ini benar2 nyaman dan malah membuat kami sangat produktif :
  • Biaya sewa kantor ditekan seminimal mungkin karena tidak perlu kantor yang besar, semua orang bekerja secara remote
  • Karyawan bisa bekerja semaunya (pada umumnya sih kerjanya >12 jam sehari, tanpa company perlu bayar overtime)
  • Koordinasi dengan rekan2 dari negara lain berjalan dg sangat mulus
  • Biaya travel & hotel sangat ditekan, krn semua selesai dengan email & telpon
Beberapa catatan
Ini menurut pengamatan saya sendiri :
  • Teleworker menuntut kedewasaan cara berpikir karyawan
  • Teleworker menuntut perusahaan punya policy yang jelas
  • Tolok ukur kinerja karyawan harus sangat jelas, sehingga meminimalkan karyawan yang 'korupsi waktu'
  • Karyawan harus tetap dimotivasi untuk bekerja se-smart mungkin
Penting untuk diingat : Karyawan bukan mesin, kadang2 kita perlu juga untuk bersosialisasi, bertatap muka, bercakap2 santai face-to-face, ngobrol, ngopi bareng, dst.... Pada masa lalu, hubungan antar manusia di Cisco pun luar biasa hangat. Kalau kami ketemuan dengan rekan2 negara lain, biasanya saling bertukar oleh2, misalnya dari Indonesia bawa mangga (krn sedang musim mangga), dari Singapura bawa coklat -- sayang kebiasaan ini meluntur dg makin besarnya perusahaan.....

1 comment:

Anonymous said...

Manusia bukan mesin ...
saya senang dengan kata-kata ini

Anda betul sekali, makanya dari 3 tahun lalu saya memutuskan pindah ke Sales ... sehingga saya mempunyai control atas waktu saya sedikit lebih flexible (saya cuma bisa bilang "sedikit lebih flexibel") ... dan bisa bersosialisasi lebih luas dengan Customer ... kongkow2 cari kangtauw (ngobrol2 menambah pipeline)

Pertanyaanya ... kenapa sekarang Cisco Indo (yg sudah jauh lebih besar teamnya) tidak bisa menerapkan Teleworker seperti yang Mas Tony ceritakan ... ?

1. Apakah ada keyakinan tidak akan lebih produktif?
2. apakah karena terdengar beberapa case story (not a GOOD case) dengan berlakunya Teleworkers?
3. Tingkat kedewasaan dari karyawan ngak nyampe?
4. Atau yang lain???

Kalau lihat visi misi Cisco sih terlihat jelas dengan adanya tehnology Telepresence, Webex, IPTV, Unify communication ... mestinya mengarah ke Teleworkers ...

cheers ...