Thursday, December 18, 2008

Beda Rasa - Open Office vs Power Point

Saya iseng mencoba membuat sebuah slide presentasi dengan menggunakan Open Office dan membandingkan dengan Microsoft Power Point 2007, keduanya dibuat dalam waktu yang singkat (sama-sama 15 menitan) :

image

Gambar di atas adalah gambar slide yang dihasilkan oleh Open Office, dan berikut ini adalah gambar yang dihasilkan oleh Microsoft Power Point 2007 :

image

Contoh lain (juga dibuat dalam waktu yang sama) :

image

Di atas adalah hasil dari Open Office, sementara di bawah ini adalah hasil dari Microsoft Power Point :

image

10 comments:

Unknown said...

Tony,

Terima kasih atas posting-nya. Perbandingan visual yang menarik, dan memang benar adanya, meskipun kedua hasiltampilan tadi (dari OpenOffice maupun Microsoft Office) mungkin kiranya/agaknya masih kalah jauh juga kalau dibandingkan kualitas outputnya dengan hasil tampilan dari Apple iWork. Sebagai ilustrasi lihat: http://www.apple.com/iwork/keynote/

Terkadang, kualitas suatu output juga tergantung pada 'kecanggihan' dan 'taste' penggunanya. Orang mengatakan: Leonardo Da Vinci menggambar dengan pensil yang sederhana, hasilnya tetap sebuah masterpiece.

Demikian pula kiranya dengan tools, di tangan pengguna OpenOffice atau pun Powerpoint yang tasteful, hasilnya mungkin akan bisa lebih baik.

Jika demikian adanya (output akhir tergantung 'kecanggihan', 'seni' dan 'taste' pengguna), maka mungkin agaknya hal lain yang diusung oleh OpenOffice melalui perangkat kerjanya adalah suatu fondasi yang 'bukan tampak luar' nya saja bagus, tetapi 'fundamental dasarnya' cantik pula.

Dalam pemahaman tim OpenOffice, mungkin sambil tampilan visual nya dibuat semakin lama semakin cantik (ala Apple Keynote tadi), satu hal yang sudah benar-benar 'cantik' dari produk ini mungkin adalah filosofi dasar bahwa:

Format dari dokumen seharusnya bersifat sesuatu yang dari sejak awalnya bisa diakses oleh tools apa pun juga. Sering disebut "Open Document Format", pandangan ini mengupayakan suatu pandangan agar format dokumen apa pun juga (termasuk presentasi) adalah sesuatu yang mengacu pada standar yang bersifat universal milik semua (public, worldwide society).

Dengan demikian, maka kelanggengan isi dari dokumen tersebut dapat dijamin hingga kapan pun juga. Pengguna dapat membukan dokumen (atau presentasi) tersebut melalui tool apa saja, di operating apa pun juga, di komputer jenis apa pun juga, dsb.

Ide ideal nya seperti itu.

Pendekatan ini mungkin penting dan baik, mirip seperti halnya nada "do re mi fa so la si do" penting sekali (dan berguna sekali) harus dimiliki (dan belong to) society dan world community.

Dapat kita banyangkan kiranya "format nada-nada dasar" semacam ini hanya bisa dimainkan di "alat musik tertentu" (misal: piano saja, biola tidak bisa, flute tidak bisa, gitar tidak bisa) -- sama seperti halnya jika format dokumen presentasi kita hanya bisa dibaca di satu program saja, di satu operating system saja, di satu tipe jenis komputer saja.

Kebutuhan society & masyarakat kita ke depannya agaknya seharusnya kita bersama coba dukung mengarah ke sana: di dasarkan pada satu format universal (standar terbuka) yang dimiliki oleh masyarakat dunia, bukan milik lingkungan terbatas saja.

Dengan demikian, maka kelanggengan kemampuan inovasi dan kemampuan akses terhadap berkas dan dokumen tersebut dapat terjaga. Sehingga tidak terjadi dokumen mendadak tidak dapat dibaca (karena formatnya 'proprietary'), tidak dapat dipertukarkan (karena formatnya 'tidak dikenal'), tidak dapat digabungkan bersama, dsb.

Suatu ilustrasi yang menggambarkan pentingnya hal tersebut -- secara kartun -- mungkin dapat dilihat di situs berikut: http://openoffice.posterous.com/why-odf-open-document-format-i-0

Kiranya ari kita bersama kembangkan suatu tatanan agar filosofi dasar dari berkas dan dokumen-dokumen kita saat ini dan ke depannya didasarkan pada suatu standar universal yang berlaku worldwide, dan 'belong to the people, from the poeople, for the people', sama seperti halnya nada-nada dasar "do re mi fa so la si do" yang kita gunakan di alunan musik indah yang kita mainkan di berbagai perangkat dan platform (piano, flute, gitar, dsb) juga 'belong to the people, from the poeople, for the people.

Berdasarkan fondasi dasar yang filosofi dasarnya sudah 'cantik', 'people oriented' dan 'sangat tepat guna' tersebut, selanjutnya tampilan dan visualisasi editing dan tampilan depannya kita bersama terus improve dan kembangkan -- apakah dengan menggunakan OpenOffice sebagai front-end, Microsoft Office, Linux tool, Google Docs, atau pun Mac misalnya. :-)

Selamat Natal & Tahun Baru 2009! :-)

Salam,
-arvino

Tony Seno Hartono said...

Arvino,

Saya pernah beberapa bulan menggunakan Open Office secara sangat intensif, dan tidak pernah bisa membuat hasil yang menarik, apalagi jika waktunya terbatas.

Dengan Microsoft Power Point saya sering sekali membuat bahan presentasi di dalam perjalanan dari rumah/kantor ke tempat pelanggan (atau bahkan seminar) dengan hasil yang baik (atau sangat baik)...

Dan inilah yang menjadi kekuatan utama dari Power Point : outline sederhana & cepat, dan menghasilkan output yang halus yang menyenangkan.

Unknown said...

Tony,

Thanks atas informasi tambahannya. :-)

Kalau saya perhatikan style dasar yang Tony gunakan dalam eksperimen tersebut, kalau boleh saya usul sedikit, kata orang mungkin coba apply 'less' rather than 'more', gunakan warna-warna tone dasar yang lebih 'chic & simple', minimalist (greatest modern design cenderung simple & minimalist), gunakan less gradation effect, dsb, -- ini terkadang disebut 'zen' -- simplicity effect -- kapan-kapan mungkin bisa dicoba, then perhaps you'll be amaze, how simplicity works great dan even better menghasilkan output yang tampak lebih profesional dalam waktu singkat, rather than if many gradation, whiz, bang and color being applied.

Ini sekedar ilustrasi yang lebih elaboratifnya:

http://tmenguy.free.fr/TechBlog/wp-content/2007/01/iphone_dsc_0236.jpg

http://presentationzen.blogs.com/presentationzen/2005/11/the_zen_estheti.html

Simplicity memang sekilas dan terkadang kelihatannya 'agak kontrakdiktif'. Akan tetapi 'less color', less gradation, less tone, dan better choices regarding font and style sometimes works better. Di dunia fashion (dan graphic design secara keseluruhan, terkadang dikenal istilah: simplicity better).

Seperti Leonardo Da Vinci: pinsil sederhana pun menghasilkan masterpiece yang 'nyaris sempurna'.

Dan kontur dasar dari graphic art atau pun logo masterpiece terkenal karya Paul Rand untuk IBM logo, Next Computer logo, dsb, biasanya memiliki pattern dasar yang sama: simplicity works. Karena simple, maka mudah ditangkap esensi message nya dan mudah dimengerti pula.

Ini contoh ilustrasi tambahan, sudah agak kuno, tapi mungkin tetap relevan untuk menggambarkan how simplicity might work: http://www.rknydesign.com/picasso.jpg

Terinspirasi pola tadi, beberapa tahun yang lalu, Windows logo pun dilahirkan memiliki texture color dan texture dasar yang berbasis 'minimalist, chic dan simple' tadi itu. I truly love that. (in the past) :-)

Esensinya mungkin: Kualitas output akhir dari suatu pekerjaan atau pun produk -- dibuat secara cepat2 -- atau pun secara intense, hasilnya sama: semua mungkin tergantung taste dan skill orangnya, dan bukan tool-nya. Dengan tool apa pun, dimungkinkan membuat hasil yang baik, dalam waktu singkat.

Mungkin it's a matter of skill, choices, dan 'art', terkadang; not a matter of 'tool'. :-) I truly believe so.

Saya selalu menggunakan Keynote nya Apple saat ini, my complaints regarding OpenOffice adalah bentuk arrownya yang tidak simetris, dan positioningnya yang perlu lebih bisa lebih presisi lagi dari saat ini. (I am may be a bit of a perfectionist). Akan tetapi, dalam pengalaman saya, apakah yang digunakan Keynote dari Apple, atau pun Powerpoint, atau pun OpenOffice, esensinya tetap sama:

1. Taste & skill dari pengguna tools nya yang akan menentukan outputnya akhirnya, dan bukan kebalikannya (dan seperti kita tahu, taste is a very 'relative' thing). :-)
2. Dokumen yang sama baiknya bisa dihasilkan dengan tool yang sesederhana apa pun juga. (Kasus Leonardo da Vinci itu tadi).
3. Dan jangan kita lupa bahwa esensi paling utama dari pembuatan presentation slide adalah isi konten dan message nya, bukan di 'whiz & bang' nya. :-)
4. Kualitas materi presentasi yang sesungguhnya, sesungguhnya pula sangat tergantung pada presenternya nanti siapa, dan bagaimana ia mendelivernya.

Presentasi yang simple dan sederhana (simplicity, minimalist), di tangan presenter yang hebat, bisa menjadi message yang sama menariknya, bahkan luar biasa efek delivery-nya, meskipun pola dasar slidenya sangat-sangat minimalis, simple dan sederhana. Contohnya Steve Jobs legendary presentation tadi: http://tmenguy.free.fr/TechBlog/wp-content/2007/01/iphone_dsc_0236.jpg

Kata pepatah lama kita: "Untuk orang yang tidak bisa menari, sepatunya yang salah, dan lantai panggungnya selalui licin bergoyang, untuk penari sesungguhnya, sepatu dan lantai yang persis sama tidak masalah".

Ini satu contoh, approach pembuatan presentasi yang cukup menarik, saya lupa teknik ini disebut teknik apa, tapi kalau kita lihat, it's all just words, but it works great as well too! http://www.presentationzen.com/presentationzen/2008/12/as-long-as-were-talking-about-design-let-me-suggest-another-book-one-of-the-books-for-2009-yes-already-that-i-highly.html

Sekedar sharing perspektif, experience, pandangan tambahan. Semoga dapat pula berguna ya Tony.

Salam,
Arvino

Tony Seno Hartono said...

Arvino, terima kasih atas inputnya yang berharga.

"Simplicity Works" memang benar adanya.

Public speaker yang hebat malah tidak membutuhkan alat bantu peraga apapun untuk memukau pemirsa.

Tetapi kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan itu, dan di sini sebenarnya letak kekuatan dari Power Point. Power Point bersifat general purpose, bisa digunakan untuk semua keperluan (marketing vs sales vs technical vs brainstorming idea dll), macam-macam gaya (minimalis atau rame), dengan waktu pembuatan yang relatif singkat...

Presenter yang menggunakan tablet PC* malah lebih enak lagi, di mana mereka bisa mencoret-coret Power Point (seperti whiteboard/flipchart) selama presentasi berlangsung, dan hasilnya akan terekam semua setelah selesai :)

(*) merupakan laptop yang layarnya bisa dicoret2 pake stylus...

Unknown said...

Agree Tony. :-) Saya lakukan itu in the past (presentasi dan interactively coret-coret di atas powerpoint slide dengan Tablet PC -- kata orang I happen to had the very early Compaq Tablet at that time [sekitar tahun 2002 kalau tidak salah], kebetulan saya sudah punya 3 buah newly released tablet sebelum Compaq Indonesia nya sendiri barangnya datang. :-)

The (initial) experience was truly awesome! I was truly fond of that. It's one of Microsoft greatest innovation. Truly.

I stop doing that (after keep on loyally trying overcoming the 'problem' for 1.5 years) when repeatedly (and increasingly) the presentation hang in the middle. (The consequences of using 'early technology' mungkin ya). Atau Tablet PC nya konsistenly melambat setelah 6-8 bulan intensively saya pakai, atau -- ini mungkin 'ngawurnya' Compaq :-) -- stylusnya tiba-tiba kalau diangkat masih saja menulis. :-O

Sebagai gantinya: saya taruh infocusnya menghadap papan tulis, dan presentasinya saya coret-coret di atas whiteboardnya.

Simplicity works. :-)

Then I face a "problem": Lha, kalau presentasi + coret-coret nya mau direkam bagaimana caranya??

Saya potret pakai kamera digital. Awalnya -- 5-6 tahun lalu -- saya pakai kamera handphone 2 megapixel, lantas naik naik naik, sekarang pakai yang megapixel nya lebih tinggi.

So far tidak ada 'hang' mendadak di tengah-tengah. The overall power of digital presentation + interactivity, so far masih terjadi. The experience almost as seamless, without the risk of 'loosing' things in the middle of the most important thing.

Mungkin manusia -- apa pun kendalanya -- terkadang memang selalu ada saja 'akal'nya ya. *hehehe* :-)

ps: Mudah-mudahan hang nya tablet PC semakin hilang ya. Sejak Mac kembali inovatif, cantik dan easy to use, saya pakai Mac. (Satu yang lain yang saya 'benci' adalah virusnya Windows. Rasa takut mencolok USB customer ke my computer, karena takut virus -- karena the customer ingin punya bahan presentasinya juga -- traumanya sampai sekarang *hehe*). Tablet PC actually is one of the most 'fascinating' Microsoft innovation (after DOS & Windows in the past).I always believe it's technology that will definitely shape the future. Makanya jaman tahun 2002 waktu Tabletnya Compaq baru saja direlease, sebelum even Compaq Indonesia punya barangnya, kita kebetulan sudah beli bukan cuma 1, tapi 3. :-) *hehehe*

Salam.
-arv

Tony Seno Hartono said...

hehe... teknologi Microsoft di Tablet PC sudah matang sekarang, tidak ada issue untuk pemakaian intensif. Di tempat saya bekerja, hampir semua menggunakan tablet PC untuk bekerja (termasuk untuk presentasi).

SECURITY
========
Mengenai virus, saya sudah bermain dg virus semenjak jaman (c)Brain tahun 1986an. Dulu sengaja saya piara virus2 itu untuk saya lihat cara kerjanya. Penciptanya memang sangat kreatif & inspiratif :)

Saya mulai pakai PC+internet tahun 1995 (windows 95) dengan sangat intensif (sehari online >12 jam), dan tidak pernah sekalipun terganggu virus. Padahal saya selalu online, dan selalu tuker2an USB (yang seringkali banyak virusnya itu)....

Kuncinya hanya satu : perusahaan mengimplementasikan IT Policy yang benar dan komprehensif ;)

PERFORMANCE
===========
In term of performance, sejak dulu saya selalu punya partisi berbeda utk system (OS+app) dan data. Kalau sistem sudah lambat/error (karena saya sering sekali install/uninstall freeware/shareware/OSS/dll), saya tinggal restore systemnya saja. Hanya makan 20-30 menit.... dan laptop saya sudah run dg full speed lagi.

Btw., teknik ini juga saya berlakukan untuk macam2 jenis OS : Windows, macam2 jenis *NIX (incl. AIX, SOLARIS, Linux, Darwin, Mac OS X).... Karena kalau usernya spt saya (doyan experiment) OS (apapun itu) akhirnya akan corrupt juga :))

Unknown said...

Wow! Hebat!. Iya saya yakin Tablet PC tentu sekarang semakin stabil tentunya. (Kalau tidak, ya namanya 'kebangeten' ... sudah 6 tahun lebih kok masih 'rewel' juga *hehehe*).

On my side, saya sih masih terus mencari (dalam kurun 2 tahun ini) Tablet dengan form factor dan desain yang secara form factor dan ergonomic hardware + software nya 'pas' kena-nya.

Dalam hemat saya, 'the top of the line saat ini', e.g. Sony VAIO yang baru terlalu kecil layarnya, dan tidak nyaman ergonomicsnya. Fujitsu bentuk finishing casing dan keyboard layoutnya secara overall jelek (untuk pendapat saya), sehingga saya tidak suka, dsb, dsb.

'Kelemahan' generasi Tablet PC saat ini mungkin adalah bahwa software & hardwarenya tidak dirancang padu untuk menciptakan experience 'bekerja tablet yang nyaman, ergonomik dan sempurna'.

Saya tidak suka Tablet yang ada keyboardnya (karena -- untuk saya -- Tablet mode of working gaya saya seringkali tidak perlu itu). Dan untuk saya misalnya, keyboard itu membuat Tablet menjadi berat dan tidak totally senyaman 'kertas' untuk dibawa kemana-mana.

Dalam hemat saya, saya lebih prefer Tablet yang 'hardware enclosurenya' desainnya cantik, ringkas, kokoh, mudah dibawa2, sangat ringan, 'setipis kertas' kalau bisa, dengan soft keyboard yang akurat, baterainya lama, ukuran A4 atau setengahnya, stylus yang tidak pakai baterai segala, touch-interface kalau bisa dan tidak sensitif virus, dsb, sehingga memberikan kenyamanan (dan kesempurnaan) mode kerja 'tablet' yang sesungguhnya.

Aktulisasi 'imaginasi ngawur' saya tadi kurang lebih mungkin seperti ini:
http://arvino.typepad.com/digital_living/2008/11/the-next-tablet-pc.html

Mungkin one day Apple atau UMPC generasi berikutnya akan hadir dengan hardware enclosure yang tepat? Kita lihat. :-)

Setuju Tony. Teknologi tidak ada yang sempurna. Mungkin tinggal kita pintar-pintar 'memanfaatkannya' dan 'mengolahnya' untuk kebutuhan kita. :-)

Toh, bertahun-tahun kita hidup dengan 'hang', bluescreen, imperfection dsb dsb (seperti terkadang biasa di besar-besarkan) hidup kita (dan PC kita, dan komputer industry semuanya) jalan-jalan saja.

Thanks so much again for the feedback ya. Perspektif dan informasi yang sangat berguna.

Sukses terus dengan presentasinya ya. :-)

Salam,
-arv

Tony Seno Hartono said...

Arvino,

Let me also know kalau tablet PC ideal itu sudah ada. Soalnya saya juga tertarik :) saya perlu yg anda sebut itu, ditambah dg sensor yg mengetahui tekanan & kemiringan stylus, it would be perfect for painting also (so far yg kayak gini baru digitizer terpisah yg musti disambung ke PC :)

Thx atas semua komentarnya.

Unknown said...

Sip Tony. :-) Kita kabar kabaran ya kalau pas Tablet PC yang kita 'sasar' itu ada. Would be truly exciting. :-) Cheers, -arv

Frans Thamura's Global Opinion said...

baru baca nih berita... saya sih lihat, setiap kekurangan ada marketnya, setahu saya yang lebih bernilai bukan indahnya tapi isinya :)

setahu saya banyak slide yang keren keren tapi gak bagus gambarnya dan yang keren-keren isinya masih "marketing" daripada "handon"..

lg-an pake openoffice ngirit banyak, dan uangnya cukup buat hubungn sosal seperti traktir pegawai hue hue...