Wednesday, July 16, 2014

E-Voting untuk PEMILU dan PILKADA–menggunakan Homomorphic Encryption

Indonesia adalah negara demokrasi, dan salah satu kegiatan yang rutin kita lakukan adalah PEMILU Legislatif dan Presiden yang diselenggarakan sekali dalam lima tahun, dan PILKADA yang diselenggarakan lebih dari 500 kali dalam lima tahun. Jadi rata-rata ada lebih dari 100 PILKADA dalam setahun. Biaya melakukan PILKADA kira-kira Rp 25 Milyar per kabupaten/kota. Selain itu juga sering terjadi konflik masyarakat yang menolak hasil PILKADA, dan antara tahun 2005-2013 sudah ada 75 orang meninggal dan 256 cedera, dan kerusakan infrastuktur dan sara lain akibat massa yang mengamuk akibat tidak puas dengan hasil PILKADA.

Semua permasalahan tersebut sebenarnya bisa ditekan, jika kita bisa menjalankan PEMILU/PILKADA secara murah dan transparan.

E-Voting merupakan solusi PEMILU/PILKADA secara elektronik.

Secara teknis, sistem E-Voting bisa dibuat sedemikian aman dan transparan. Hanya saja masalahnya sebenarnya bukan di teknis, namun politis. Di dalam dunia politik, terdapat prinsip “to be or not to be”. Harus tegar, tidak punya perasaan, jangan sekali-kali kasihan terhadap lawan, karena dengan demikian lawan akan menjadi kuat dan anda yang akan disikat. Politikus bisa terlihat lembut dan santun di depan, tetapi di belakang, tidak ada orang yang tahu.

E-voting, seperti halnya solusi berbasis teknologi informasi yang lain. Jika dipergunakan dengan benar, akan :

  1. menghemat biaya PEMILU/PILKADA – biaya ditekan semurah mungkin sehingga teoritis bisa tidak keluar biaya sama sekali jika dilakukan melalui infrastruktur yang sudah ada sekarang
  2. mempercepat penghitungan suara – kecepatan sedemikian tinggi, sehingga hasil segera bisa dilihat secara real time.

Namun, seperti halnya solusi berbasis teknologi informasi lain, maka E-Voting juga membuka peluang untuk politikus melakukan manipulasi data secara sangat masif, sangat cepat, dan hampir mustahil terlacak.

Semua hal itu tentunya hanya bisa terjadi jika sistem e-Voting dilakukan di negara yang infrastruktur teknologi informasinya masih lemah, dengan SDM yang terbatas, dan pemerintahan yang masih korup.

Jika kita sudah memiliki infrastruktur yang kuat, SDM yang bagus, dan pemerintahan yang bersih, maka kita bisa coba gunakan e-Voting sebagai pengganti cara manual menggunakan kertas.

E-Voting

E-Voting merupakan sistem pemungutan suara menggunakan perangkat elektronik, dan sudah mulai digunakan pada tahun 1960 di Amerika yang kemudian diikuti oleh banyak negara lain.

Ada beberapa jenis sistem e-voting :

  1. E-Voting menggunakan kertas, di mana pengambilan suara menggunakan kertas lalu hasilnya dicatat menggunakan elektronik
  2. E-Voting menggunakan mesin voting. Sistem ini disebut Direct Recording Electronic (DRE), di mana si pemilih melakukan pemilihan langsung menggunakan terminal elektronik

E-Voting untuk PEMILU dan PILKADA di Indonesia

PEMILU/PILKADA di Indonesia menganut asas LUBER dan JURDIL.

LUBER ("Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia"). "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

JURDIL ("Jujur dan Adil"). “Jurdil” berasal dari era reformasi. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

E-Voting secara teknis bisa diterapkan di Indonesia sepanjang bisa memenuhi kedua asas tersebut.

Homomorphic Encryption untuk E-Voting

Homomorphic encryption bisa digunakan sebagai dasar enkripsi untuk E-Voting. Teknik enkripsi pada umumnya akan menyembunyikan seluruh informasi teks melalui enkripsi, sehingga menyebabkan data yang ter-enkripsi tidak lagi terlihat dan tidak bisa diolah. Homomorphic encryption, sebaliknya, hanya menyembunyikan sebagian informasi teks, dan menampilkan sebagian informasi teks yang umum untuk keperluan komputasi. Microsoft Research merupakan salah satu institusi riset yang meneliti secara mendalam homomorphic encryption ini, mulai dari fully-homomorphic encryption (FHE), somewhat homomorphic encryption (SHE), searchable encryption, structured encryption, functional encryption sampai garbled circuits.

Sistem E-Voting bisa menggunakan homomorphic encryption untuk menjamin hal-hal berikut ini :

  • Hak – Hanya pemilih yang berhak bisa memilih
  • Privasi – Semua pilihan bersifat rahasia, tidak seorangpun bisa mengetahui siapa yang telah memilih apa. Hanya si pemilih secara pribadi yang mengetahui apa yang telah dipilihnya
  • Hak pilih hanya bisa dipakai sekali saja. Orang lain tidak bisa mempergunakan hak orang lain untuk memilih
  • Adil – Tidak ada seorangpun (misalnya PARPOL) yang mengetahui jumlah total pilihan pada saat diadakan pengambilan suara, karena pengetahuan ini bisa mempengaruhi si pemilih. Jumlah total suara akan diketahui secara bersama-sama pada saat pengambilan suara selesai
  • Andal – Tidak ada seorangpun yang bisa mengganggu proses pemilihan. Begitu seorang pemilih sudah menentukan pilihan, maka pilihan ini tidak lagi bisa diubah. Hanya pilihan yang valid dihitung, sementara yang tidak valid akan terdeteksi dan tidak akan dihitung pada hasil akhir
  • Verifikasi Individual – setiap pemilih yang berhak tadi bisa memeriksa apakah pilihannya tidak berubah sampai saat penghitungan akhir
  • Verifikasi Umum – setiap orang (pemilih/pengamat/PARPOL) bisa memeriksa apakah pemilihan sudah berjalan dengan adil, dengan melihat bahwa hasil akhir adalah sama persis dengan jumlah dari suara yang valid
  • Tanpa tekanan – sebelum pemilihan dilakukan, beberapa pihak mungkin akan melakukan penyogokan supaya pemilih memilih calon tertentu. Pihak-pihak ini bisa juga memaksa si pemilih untuk menunjukkan buktinya melalui ancaman. Sistem E-Voting memungkinkan si pemilih melaporkannya ke pihak penyelenggara E-Voting tentang ancaman ini, dan pihak penyelenggara E-Voting bisa memberi arahan si pemilih mengenai sikap apa yang harus diambil, dan bahkan memberikan tanda bukti pemilihan yang sesuai dengan yang diminta si pengancam (atau bisa juga random), meskipun sebetulnya si pemilih menjatuhkan pilihan ke yang lain.

No comments: